Jakarta – Komitmen pemerintah untuk terus mendorong percepatan akselerasi transisi energi melalui Energi Baru Terbarukan (EBT) atau renewable energy menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060 mendapatkan banyak dukungan dari lintas sektor, termasuk sektor pendidikan.
Akademisi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Nur Yulianto, mengatakan bahwa sebagai akademisi yang concern terhadap isu energi berkelanjutan, pihaknya sangat mendukung program akselerasi pemerintah untuk melakukan transisi ke energi hijau.
Ia menegaskan bahwa penting bagi Indonesia untuk mulai beralih menggunakan sumber daya EBT, karena saat ini ketergantungan negara terhadap impor energi yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak dan gas bumi (migas), masih tergolong tinggi.
Menurutnya, diperlukan perubahan dengan mengurangi impor migas dan beralih menggunakan EBT sebagai salah satu sumber energi hijau demi menghindari ketergantungan sumber daya mineral pada negara lain.
“Kami sangat setuju dengan visi energi berkelanjutan, karena saat ini mungkin kita semua sudah tahu bahwa kalau kita bersandar kepada energi yang non-renewable (tidak terbarukan), ya Indonesia akan menjadi negara yang tergantung pada negara lain,” tegas Nur Yulianto, saat dihubungi, Rabu (13/11).
Nur Yulianto pun menekankan, strategi untuk mengurangi impor migas ini harus menjadi catatan penting banyak pihak, termasuk pemerintah hingga industri, agar ambisi menuju transisi energi bersih dapat direalisasikan secara cepat.
“Karena sebagian besar non-renewable kita kecuali batu bara (masih) impor, nah ini yang perlu kita sikapi bersama,” jelas Nur Yulianto.
Ia pun berharap agar proses transisi energi bersih ini dapat diakselerasi sehingga Indonesia dapat mencapai NZE pada 2060 dan mampu menciptakan ekonomi hingga energi hijau yang berkelanjutan.
“Jadi kalau dari kami sisi akademisi, sangat mendukung dan mungkin kalau bisa mempercepat bagaimana transisi energi dari energi tidak terbarukan menjadi energi yang terbarukan, supaya kehidupan Indonesia di masa mendatang menjadi lebih baik,” kata Nur Yulianto.
Senada, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Daniel Murdiyarso menyebutkan tiga sektor yang perlu diperhatikan untuk mencapai target transisi energi bersih. Yang pertama transportasi industri, kedua pembangkit listrik, dan yang terakhir adalah sektor infrastruktur.
“Khususnya di Indonesia yang pembangkitan listriknya sebagian besar berbasis batu bara,” katanya dalam diskusi KIPD AIPI bertajuk “Perubahan Iklim dan Transisi Energi Berkeadilan,” di Jakarta dilansir oleh Antara.
Daniel yang juga Guru Besar FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB) ini juga menyebutkan persoalan transportasi di Indonesia yang masih didominasi oleh kendaraan berbasis fosil. “Ini jadi ancaman target penurunan emisi,” ujarnya.
Dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan antara produksi minyak dengan impor minyak nasional pada neraca minyak bumi Indonesia sepanjang tahun 2023.
“Jadi produksi minyak Indonesia itu 221 juta barel dalam setahun. (Sedangkan) impor kita 297 juta barel, terdiri dari 129 juta barel dalam bentuk minyak mentah dan 168 juta barel dalam bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM),” kata Bahlil, dalam Program Executive Course on Strategic Management and Leadership Cohort-4 Universitas Pertahanan, di Kementerian Pertahanan Jakarta, Senin (26/8/2024).
Angka impor yang tinggi itu, kata Bahlil, mendorong konsumsi BBM nasional pada tahun lalu mencapai sekitar 505 juta barel. Ini terbagi dalam beberapa sektor, dengan didominasi sektor transportasi yang mengkonsumsi sebesar 248 juta barel atau mencapai 49 persen.
Kemudian disusul sektor industri sebesar 171 juta barel atau 34 persen, lalu sektor ketenagalistrikan yang menyedot 38,5 juta barel atau 8 persen, dan sektor aviasi dengan konsumsi BBM mencapai 28,5 juta barel 6 persen.
Besaran impor minyak tersebut menguras devisa yang cukup fantastis pada tahun lalu. Angkanya bahkan menembus Rp 396 triliun.
Sejalan dengan pernyataan Menteri ESDM, Kepala Balai Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) ESDM, Harris Yahya mengatakan bahwa saat ini konsumsi bahan bakar di Indonesia didominasi bahan bakar fosil. Namun jenis bahan bakar ini tidak dapat diperbaharui dan ini tentu mengancam keamanan energi Indonesia jika tidak segera dialihkan melalui penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Khusus untuk Indonesia, dulu mungkin kita pernah mengatakan Indonesia itu mempunyai sumber daya minyak yang sangat besar, tapi nyatanya saat ini minyak kita itu nggak banyak. Bahkan kalau kita lihat hari per hari, yang kita impor itu bisa 900 ribu sampai 1 juta barrel per hari, karena produksi nasional kita itu tidak lebih dari 600 ribu (barrel per hari),” kata Harris, dalam Seminar bertajuk ‘Memperkuat Keamanan Kendaraan Sebagai Upaya Mendorong Percepatan Ekosistem Kendaraan Listrik’ di kanal YouTube Warta Ekonomi, Selasa (12/11/2024).
Kondisi ini tentu tidak hanya mengancam keamanan energi nasional, namun juga dari sisi perekonomian pun turut terdampak. “Betapa rentannya keamanan energi kita, khususnya untuk di minyak, karena jika itu terganggu, tentu juga ekonomi kita akan terganggu secara signifikan,” tutur Harris.
Pemerintah saat ini terus mendorong komitmennya terkait kebijakan penggunaan kendaraan listrik untuk mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan listrik sebagai salah satu Langkah menuju transisi energi bersih.
Salah satu komitmennya diwujudkan melalui gelaran acara Electricity Connect 2024 bertajuk ‘Go Beyond Power Energizing The Future’ untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam mempercepat transisi Energi Baru Terbarukan (EBT).
Ketua Panitia Electricity Connect 2024 Arsyadanny G Akmalaputri mengatakan bahwa event ini akan menampilkan berbagai teknologi maupun inovasi yang dapat membantu pemerintah dalam mendukung upaya akselerasi transisi energi bersih.
“EC (Electricity Connect) tahun ini merupakan gabungan acara yang akan menyajikan pameran digitalisasi sistem kelistrikan, digitalisasi peralatan listrik rumah tangga dengan IoT, future office, future EV Ecosystem, dan inovasi teknologi yang lain, yang tentunya akan memberikan wawasan bagi generasi muda dan profesional di industri tentang bagaimana masa depan ketenagalistrikan berkembang, seiring dengan tren energi terbarukan dan teknologi digital,” kata Arsyadanny, dalam keterangannya.
Perlu diketahui, Electricity Connect 2024 yang akan digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat pada 20-22 November mendatang ini nantinya akan dihadiri lebih dari 500 exhibitor dan 15.000 pengunjung dari berbagai profesi yang tentunya berfokus pada bidang ketenagalistrikan.
Event ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi para pemangku kepentingan dan pelaku industri ketenagalistrikan untuk tidak hanya bertukar informasi mengenai teknologi energi bersih saja, namun juga berbagi wawasan mengenai smart grid hingga target NZE, serta memperkuat kolaborasi global untuk mencapai transisi energi menuju NZE pada 2060.