Harga Minyak Dunia Fluktuatif, Pasar Tunggu Sinyal Perdamaian Ukraina

Rabu, 20 Agustus 2025 | 10:32:03 WIB
Harga Minyak Dunia Fluktuatif, Pasar Tunggu Sinyal Perdamaian Ukraina

JAKARTA - Pasar energi global kembali diguncang oleh ketidakpastian. Harga minyak dunia menunjukkan pergerakan naik-turun setelah muncul kabar mengenai potensi pertemuan antara Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat yang diharapkan dapat membuka peluang perdamaian. Jika dialog ini berhasil, kemungkinan pencabutan sanksi terhadap minyak Rusia bisa menambah pasokan di pasar internasional, sehingga memengaruhi harga minyak mentah secara signifikan.

Pada perdagangan Selasa, 19 Agustus 2025 waktu setempat, harga minyak mentah Brent turun 81 sen atau 1,22% menjadi USD 65,79 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) merosot USD 1,07 atau 1,69%, ditutup di level USD 62,35 per barel. Penurunan ini mencerminkan respons cepat para pelaku pasar terhadap dinamika geopolitik yang terus berubah.

Isyarat Pertemuan Diplomatik dan Dampaknya ke Pasar

Penurunan harga minyak tidak lepas dari perkembangan diplomasi tingkat tinggi. Setelah bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan sejumlah sekutu Eropa, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa dirinya telah berbicara langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Trump menyampaikan bahwa persiapan tengah dilakukan untuk mempertemukan Putin dan Zelenskyy. Pertemuan itu diyakini bisa berkembang menjadi KTT trilateral yang melibatkan ketiga pemimpin besar dunia.

Kepala Analis Energi DBS Bank, Suvro Sarkar, menilai pasar sedang menakar potensi dari pertemuan ini.
“Harga minyak sebagian besar merespons hasil pertemuan terbaru antara Trump-Putin dan Trump-Zelenskyy. Meskipun tampaknya belum ada kesepakatan damai atau gencatan senjata dalam waktu dekat, beberapa kemajuan sudah terlihat,” ujarnya.

Sarkar menambahkan, eskalasi lebih lanjut dalam bentuk sanksi tambahan dari AS atau Eropa terhadap Rusia kemungkinan tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kondisi ini memberi ruang bagi pasar minyak untuk bernapas, meski ketidakpastian tetap membayangi.

Sikap Trump yang Lebih Lunak

Isu lain yang juga memengaruhi sentimen pasar adalah sikap Trump terhadap sanksi sekunder. Menurut Sarkar, pelunakan sikap ini menurunkan risiko gangguan pasokan global, sehingga sedikit meredakan ketegangan geopolitik.

Dalam keterangannya, Zelenskyy menyebut pembicaraannya dengan Trump sebagai hal yang “sangat baik”. Ia juga menyinggung adanya diskusi mengenai jaminan keamanan dari AS untuk Ukraina. Meski belum jelas bentuk dukungannya, Trump memastikan bahwa komitmen itu ada.

Trump berulang kali menekankan keinginannya untuk segera mengakhiri perang yang disebut sebagai konflik paling mematikan di Eropa dalam 80 tahun terakhir. Namun, ada kekhawatiran dari Kyiv dan sekutunya bahwa Trump mungkin berusaha mendorong kesepakatan yang lebih menguntungkan Rusia.

Kepala Strategi Komoditas TD Securities, Bart Melek, menyampaikan proyeksinya:
“Hasil yang menunjukkan penurunan ketegangan dan penghapusan ancaman sanksi sekunder dapat menekan harga minyak menuju target rata-rata USD 58 per barel pada kuartal IV-2025 hingga awal 2026,” ungkapnya.

Fluktuasi Harga dan Perhatian Investor

Menariknya, sehari sebelumnya harga minyak justru sempat menguat. Pada perdagangan Senin, harga Brent naik USD 0,75 atau 1,14% menjadi USD 66,60 per barel, sementara WTI meningkat USD 0,62 atau 0,99% ke level USD 63,42 per barel.

Meski begitu, secara mingguan, kedua harga patokan minyak ini tetap mencatat pelemahan: Brent turun 1,1% dan WTI merosot 1,7%. Hal ini menunjukkan bahwa pasar masih berada dalam fase fluktuasi dengan arah yang belum pasti.

Pertemuan antara Trump dan Zelenskyy menjadi sorotan investor. Mereka menilai setiap sinyal perdamaian dapat berdampak langsung pada pasokan energi global, khususnya terkait nasib sanksi terhadap Rusia.

Kepala analis komoditas Saxo Bank, Ole Hansen, menekankan bahwa pasar belum sepenuhnya menghitung potensi “dividen perdamaian”.
“Pasar minyak belum sepenuhnya memperhitungkan potensi dividen perdamaian yang bisa menekan harga minyak dan gas di Eropa lebih jauh,” katanya.

Namun, Hansen juga menyoroti posisi Trump yang meminta Ukraina tidak lagi berharap merebut kembali Krimea maupun bergabung dengan NATO. Sikap ini dinilai lebih dekat dengan posisi Moskow, sejalan dengan hasil KTT Alaska bersama Putin.

Ketegangan Baru dari Pernyataan AS

Di tengah potensi meredanya konflik, ketegangan lain muncul dari Washington. Penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, mengkritik peran India dalam perdagangan minyak Rusia. Menurutnya, pembelian minyak Rusia oleh India justru memperkuat posisi Moskow.

“India bertindak sebagai lembaga kliring global untuk minyak Rusia, mengubah minyak mentah yang diembargo menjadi produk ekspor bernilai tinggi, sekaligus memberikan dolar yang sangat dibutuhkan Moskow,” kata Navarro.

Pernyataan ini segera memicu reaksi pasar. Analis pasar senior Phillip Nova, Priyanka Sachdeva, menjelaskan bahwa komentar tajam dari pejabat AS tersebut membuat kekhawatiran baru.
“Komentar tajam mengenai impor minyak Rusia oleh India, ditambah penundaan pembicaraan dagang, kembali menyalakan kekhawatiran bahwa arus energi masih terhambat oleh ketegangan perdagangan dan diplomasi, meskipun prospek perdamaian Ukraina terlihat lebih positif,” jelasnya.

Jalan Panjang Harga Minyak Dunia

Fluktuasi harga minyak dunia mencerminkan rapuhnya keseimbangan pasar energi global. Harapan akan perdamaian di Ukraina bisa membawa stabilitas baru, tetapi ancaman geopolitik dan persaingan dagang tetap menjadi faktor dominan.

Bagi pelaku pasar, setiap pernyataan dari pemimpin dunia atau pejabat tinggi dapat menjadi pemicu volatilitas harga. Dengan kondisi ini, harga minyak kemungkinan akan terus berfluktuasi hingga ada kepastian mengenai jalannya perundingan damai serta sikap negara-negara besar terkait sanksi terhadap Rusia.

Pasar kini menunggu, apakah diplomasi akan benar-benar membawa ketenangan atau justru menambah babak baru dalam ketidakpastian global.

Terkini