Kebun Energi Picu Banjir di Pohuwato, Gorontalo: Deforestasi Jadi Sorotan
- Kamis, 06 Februari 2025

JAKARTA - Banjir besar melanda tiga kecamatan di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, pada Januari 2025, mengakibatkan kerugian bagi masyarakat setempat. Hujan deras yang terjadi pada 22 Januari lalu menggenangi kawasan Popayato, Popayato Barat, dan Popayato Timur, menimbulkan dampak serius terutama di kawasan yang dikenal rawan bencana hidrometeorologi akibat kerusakan ekosistem hutan.
Menurut kajian terbaru dari Koalisi #SaveGorontalo, penyebab utama dari banjir kali ini adalah aktivitas industri ekstraktif yang secara masif melakukan pembabatan hutan di wilayah tersebut. Renal Husa, Juru Bicara Koalisi #SaveGorontalo, menyatakan bahwa banjir ini kembali menegaskan adanya deforestasi besar-besaran akibat pengalihan fungsi lahan hutan untuk kepentingan industri.
"Banjir kali ini kembali mengkonfirmasi bahwa telah terjadinya deforestasi besar-besaran akibat alih fungsi hutan menjadi konsesi perusahaan yang melakukan eksploitasi di hutan-hutan di tiga kecamatan Popayato. Hutan yang dulu menjadi penyangga ekosistem sekarang menyusut yang membuat tanah kehilangan daya serap," ujar Renal.
Data menunjukkan adanya lima perusahaan utama yang beroperasi dan terlibat dalam pengurangan tutupan hutan ini, yakni PT Inti Global Laksana, PT Loka Indah Lestari, PT Banyan Tumbuh Lestari, PT Sawit Tiara Nusa, dan PT Sawindo Cemerlang, dengan total area konsesi sebesar puluhan ribu hektare. Dalam satu dekade terakhir, aktivitas mereka telah secara signifikan merusak daerah tangkapan air yang seharusnya menjadi perlindungan alam bagi kawasan tersebut.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Gorontalo, Defry Sofyan, menekankan bahwa dalam kurun waktu antara 2015 hingga 2024, deforestasi yang terjadi di konsesi perusahaan mencapai lebih dari 2.200 hektare. Banyan Tumbuh Lestari tercatat sebagai penyumbang deforestasi terbesar dengan 1.832 hektare, diikuti oleh Loka Indah Lestari, Inti Global Laksana, Sawit Tiara Nusa, dan Sawindo Cemerlang.
Meski demikian, ironinya, pemerintah justru menambahkan izin konsesi bagi enam perusahaan baru di kawasan tersebut. Tarmizi Abbas, Direktur Institute for Human and Ecological Studies, mengungkapkan keprihatinannya terhadap keputusan pemerintah ini, yang menurutnya mengesampingkan risiko bencana dalam pemberian izin. Keenam perusahaan tersebut akan mengelola lahan bekas Hak Penguasaan Hutan (HPH) yang sudah kadaluarsa, dengan tujuan utama untuk pengembangan bioenergi.
"Pemberian izin baru ini tentu bakal berdampak kepada kerusakan fungsi ekologis hutan sebagai penyangga ekosistem dan justru mendorong bencana hidrometeorologis," kata Tarmizi.
Tidak hanya itu, isu pembangunan Kebun Energi atau Hutan Tanaman Energi (HTE) di Pohuwato juga menuai kritik tajam. Juru Kampanye Forest Watch Indonesia, Anggi Putra Prayoga, memperingatkan bahwa proyek semacam ini seolah menjadi greenwashing atau pengalih perhatian yang dipoles sebagai solusi hijau namun merusak hutan lebih jauh.
"Masyarakatlah yang kemudian menanggung resikonya," lanjut Anggi, menyoroti dampak langsung dari deforestasi terhadap lingkungan dan masyarakat lokal.
Dampak buruk lebih lanjut dikhawatirkan juga oleh Amalya Reza, Juru Kampanye Bioenergi dari Trend Asia, yang menyatakan bahwa bencana banjir baru-baru ini menjadi bukti nyata dari kerentanan akibat deforestasi untuk tanaman energi. Menurut analisis mereka, sekitar 17 ribu hektare hutan telah ditebang antara 2020 hingga 2024 untuk kepentingan industri ini.
"Alih-alih menjadi sumber energi terbarukan berkelanjutan, bencana hidrometeorologi yang meningkat justru menjadi bukti betapa destruktifnya proyek bagi lingkungan," ungkap Amalya.
Kajian dari Walhi Gorontalo menegaskan bahwa perluasan izin konsesi hanya akan memperparah kondisi ekosistem di Kabupaten Pohuwato. Rusaknya keseimbangan ekologis tidak hanya meningkatkan risiko bencana banjir dan tanah longsor tetapi juga mengancam kelangsungan hidup masyarakat yang bergantung pada hutan dan sungai.
Dampak deforestasi di Gorontalo mencerminkan perlunya tindakan tegas dari pemerintah untuk menghentikan eksploitasi hutan yang merugikan lingkungan dan sosial. Jika tidak ada langkah pemulihan ekosistem yang tepat, bencana ekologis hanya akan bertambah buruk di masa mendatang. Langkah proaktif dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
15 Rekomendasi Kuliner Semarang yang Enak dan Legendaris
- 06 September 2025
2.
10 Rekomendasi Merk Printer Terbaik Sesuai Kebutuhanmu
- 06 September 2025
3.
12 Contoh Bisnis Jasa yang Menghasilkan Keuntungan Tinggi
- 05 September 2025
4.
Daftar Terbaik Mobil 2 Pintu Paling Direkomendasikan
- 05 September 2025
5.
Inilah Besaran Gaji Pensiunan PNS 2025, Adakah Kenaikan?
- 04 September 2025