Minggu, 07 September 2025

Harga Gabah Naik, Petani Indramayu Masih Tertekan Hama dan Kekeringan

Harga Gabah Naik, Petani Indramayu Masih Tertekan Hama dan Kekeringan
Harga Gabah Naik, Petani Indramayu Masih Tertekan Hama dan Kekeringan

JAKARTA - Harga gabah di Kabupaten Indramayu kembali menunjukkan tren kenaikan, memberikan harapan bagi para petani di tengah kondisi pertanian yang penuh tantangan. Meski harga gabah kering panen (GKP) saat ini mencapai Rp8 ribu per kilogram dan gabah kering giling (GKG) Rp8.500 per kilogram, petani ternyata belum merasakan keuntungan yang signifikan. Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan kendala kekeringan yang terjadi akibat mundurnya musim tanam menjadi faktor utama yang membatasi hasil panen optimal.

Harga Gabah Meningkat, Namun Produktivitas Tertekan oleh OPT

Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang, mengungkapkan bahwa kenaikan harga gabah masih belum mampu menutupi kerugian akibat gangguan hama. "Harga gabah naik terus. Mungkin karena panen belum serentak atau belum panen raya," ujar Sutatang pada Rabu (6/8).

Baca Juga

Lonjakan BBM Non Subsidi Bikin Stok SPBU Swasta Menipis

Meski harga naik, produktivitas panen menurun signifikan. Serangan OPT tikus menjadi momok yang menggerus hasil panen para petani. Jika sebelumnya hasil panen bisa mencapai 7 ton gabah kering panen per hektare, kini hanya tersisa antara 6 hingga 6,5 ton per hektare. Hal ini berimbas langsung pada keuntungan yang didapat petani, yang meski ada peningkatan harga, tetap tidak sebesar yang diharapkan.

Kondisi ini diperparah oleh mundurnya musim panen akibat penundaan musim tanam. Wilayah yang sudah mulai panen seperti Kecamatan Gantar dan Haurgeulis meliputi sekitar 7 ribu hektare dengan harga gabah Rp7 ribu hingga Rp7.500 per kilogram. Namun, saat ini yang panen baru sebagian wilayah seperti Kecamatan Kroya dan Pasekan.

Kekeringan dan Biaya Produksi yang Membengkak Jadi Beban Petani

Selain gangguan hama, petani di Indramayu juga menghadapi risiko kekeringan yang berimbas pada proses tanam dan panen. Penundaan musim panen gadu (kemarau) hingga Oktober atau November ini juga dipengaruhi oleh masalah teknis seperti perbaikan saluran irigasi yang belum selesai, sehingga aliran air ke sawah tersendat.

“Biasanya di musim gadu ini petani akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan tanaman padi termasuk penggunaan pompa air,” jelas Sutatang. Upaya penyelamatan tanaman dengan tambahan pompa air ini tentu menambah beban biaya produksi yang harus ditanggung petani, sehingga meski harga gabah cukup tinggi, keuntungan yang diperoleh petani tidak maksimal.

Kondisi ini menggambarkan bagaimana tantangan di lapangan mampu mengimbangi bahkan menekan manfaat dari kenaikan harga komoditas. Petani harus bersiap dengan berbagai kendala yang tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga teknis dan ekologis.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Tarif Listrik PLN Awal September 2025 Tidak Berubah

Tarif Listrik PLN Awal September 2025 Tidak Berubah

PLN Genjot Panas Bumi untuk Perkuat Transisi Energi Nasional

PLN Genjot Panas Bumi untuk Perkuat Transisi Energi Nasional

Produksi Minyak Mentah Malaysia Mulai Pulih Kuartal Kedua 2025

Produksi Minyak Mentah Malaysia Mulai Pulih Kuartal Kedua 2025

KAI Perkuat Layanan Logistik Retail dengan Pertumbuhan Positif

KAI Perkuat Layanan Logistik Retail dengan Pertumbuhan Positif

Rumah Murah Gresik Jadi Incaran karena Lokasi Strategis

Rumah Murah Gresik Jadi Incaran karena Lokasi Strategis