
JAKARTA - Pasar energi kembali bergejolak pada awal pekan ini. Harga minyak mentah dunia terpantau turun di perdagangan Asia, Senin, 18 Agustus 2025, seiring meredanya kecemasan terkait pasokan dari Rusia. Kondisi ini muncul setelah pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada pekan lalu gagal melahirkan kesepakatan gencatan senjata segera di Ukraina.
Meskipun tidak ada terobosan yang nyata, sentimen pasar justru menafsirkan bahwa tekanan terhadap pasokan energi Rusia berkurang. Alhasil, harga minyak bergerak melemah, menandai kelanjutan tren penurunan sejak akhir pekan sebelumnya.
Pergerakan Harga Minyak
Baca Juga
Pada sesi perdagangan Asia, harga minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak Oktober melemah 0,4 persen menjadi USD65,62 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun tipis 0,2 persen ke level USD62,66 per barel.
Kedua kontrak tersebut sebelumnya mencatat penurunan mendekati 1,5 persen pada Jumat lalu. Pelemahan tersebut sekaligus menutup pekan dengan koreksi tajam, menjelang berakhirnya pertemuan tingkat tinggi antara Washington dan Moskow.
Pasar menilai, kegagalan menghasilkan gencatan senjata tidak serta-merta menambah risiko terhadap pasokan energi global. Sebaliknya, ekspektasi akan adanya sanksi tambahan terhadap Rusia sedikit mereda. Hal inilah yang membuat harga minyak tidak menemukan pijakan penguatannya.
Isyarat Trump dan Putin
Dalam pertemuan di Alaska pekan lalu, Donald Trump memberikan sinyal keterbukaan untuk bekerja sama dengan Moskow. Ia menekankan bahwa prioritas utamanya adalah mencapai perjanjian damai penuh di Ukraina, bukan hanya gencatan senjata sementara.
“Kesepakatan damai penuh akan menjadi jalan keluar terbaik,” ungkap Trump dalam pembicaraan tersebut.
Pernyataan itu menurunkan ekspektasi pasar akan munculnya tekanan tambahan terhadap ekspor energi Rusia. Selama ini, kekhawatiran utama investor adalah kemungkinan pasokan minyak dari Rusia semakin dibatasi oleh sanksi internasional.
Padahal, beberapa waktu lalu Trump sempat mengancam akan meninggalkan meja perundingan dan memberlakukan kebijakan yang lebih keras apabila tuntutannya mengenai gencatan senjata tidak dipenuhi. Sikap keras tersebut sempat mendorong harga minyak naik karena pasar khawatir terhadap keterbatasan suplai global.
Kini, dengan retorika yang sedikit melunak, ketegangan mengenai pasokan energi pun berkurang.
Posisi Negara Pembeli Minyak Rusia
Meski menghadapi tekanan dari Barat, Rusia masih memiliki pasar utama yang solid. Tiongkok dan India tetap menjadi konsumen terbesar minyak mentah Rusia. Kondisi ini menjadikan posisi Moskow tetap kuat di pasar energi internasional, meski menghadapi sanksi dari sebagian negara Barat.
Trump pada Jumat lalu menegaskan dirinya tidak terburu-buru menjatuhkan tarif terhadap negara-negara yang masih membeli minyak dari Rusia. Namun, ia memperingatkan bahwa tindakan tegas bisa saja ditempuh dalam hitungan minggu jika negosiasi damai di Ukraina tak menunjukkan kemajuan.
Pernyataan tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat harga minyak bertahan dalam tekanan, karena pasar menilai belum ada ancaman nyata yang dapat memangkas aliran pasokan Rusia dalam waktu dekat.
Pertemuan Lanjutan dengan Zelenskiy
Agenda diplomasi Donald Trump belum berhenti. Ia dijadwalkan menggelar pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy serta sejumlah pemimpin Eropa di Washington pada Senin ini. Pertemuan tersebut diharapkan bisa melahirkan langkah lebih konkret menuju kesepakatan damai yang dapat mengakhiri konflik berkepanjangan di Ukraina.
Eropa, yang selama ini menjadi pihak terdampak langsung baik dari sisi politik maupun ekonomi, menegaskan posisinya untuk menjaga integritas teritorial Ukraina. Para pemimpin Uni Eropa tidak ingin ada hasil perundingan yang melemahkan posisi Kyiv.
Situasi inilah yang menciptakan kerumitan tersendiri. Pasar minyak menunggu kepastian apakah jalur diplomasi akan benar-benar mampu meredakan ketegangan, atau justru memunculkan skenario baru yang bisa kembali memicu volatilitas harga.
Bayangan Tekanan Harga Minyak
Trump melalui unggahan di media sosial pada Minggu lalu menyatakan keyakinannya bahwa “akan ada kemajuan besar bagi Rusia.” Namun, ia tidak merinci lebih jauh apa yang dimaksud dengan pernyataan itu.
Bagi pasar energi, pernyataan ambigu semacam ini bisa menjadi pedang bermata dua. Jika kemajuan yang dimaksud adalah adanya keringanan dari tekanan Barat terhadap Rusia, maka pasokan minyak dunia akan tetap stabil. Namun, jika justru ada manuver politik yang berujung pada ketidakpastian, harga minyak berpotensi kembali melonjak.
Saat ini, dengan situasi diplomatik yang masih cair, pelaku pasar memperkirakan harga minyak mentah akan terus berada di bawah tekanan. Koreksi harga bisa berlangsung hingga ada hasil yang jelas dari negosiasi tingkat tinggi antara Washington, Moskow, dan Kyiv.
Perjalanan harga minyak dunia pekan ini dipengaruhi lebih banyak oleh faktor geopolitik dibandingkan dengan data fundamental. Gagalnya kesepakatan gencatan senjata antara Amerika Serikat dan Rusia memang menimbulkan tanda tanya, tetapi pada saat bersamaan mengurangi kecemasan soal gangguan pasokan.
Bagi pelaku pasar, arah perundingan selanjutnya—terutama hasil pertemuan Trump dengan Zelenskiy akan menjadi kunci untuk membaca ke mana harga minyak bergerak. Sampai saat itu tiba, tekanan korektif masih mungkin berlanjut, menjaga harga minyak di jalur penurunan sementara waktu.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
15 Rekomendasi Kuliner Semarang yang Enak dan Legendaris
- 06 September 2025
2.
10 Rekomendasi Merk Printer Terbaik Sesuai Kebutuhanmu
- 06 September 2025
3.
12 Contoh Bisnis Jasa yang Menghasilkan Keuntungan Tinggi
- 05 September 2025
4.
Daftar Terbaik Mobil 2 Pintu Paling Direkomendasikan
- 05 September 2025
5.
Inilah Besaran Gaji Pensiunan PNS 2025, Adakah Kenaikan?
- 04 September 2025