.jpg)
JAKARTA - Pergerakan harga minyak dunia kembali melemah pada perdagangan Rabu, 3 September 2025. Penurunan ini terjadi menjelang pertemuan penting Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan Sekutunya (OPEC+) yang dijadwalkan berlangsung pada akhir pekan.
Harga minyak mentah Brent tercatat turun 2,23% menjadi US$67,60 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) jatuh 2,47% ke level US$63,97 per barel. Kondisi ini memicu kewaspadaan pelaku pasar, terutama karena kebijakan produksi yang akan diputuskan OPEC+ diperkirakan sangat memengaruhi arah pasar energi global.
Potensi Kenaikan Produksi Jadi Sorotan
Baca Juga
Delapan anggota OPEC+ dilaporkan sedang mempertimbangkan langkah untuk menambah produksi minyak. Rapat yang dijadwalkan pada Minggu, 7 September 2025, menjadi momentum penting untuk menentukan apakah pasokan global akan kembali meningkat.
“Prospek kenaikan pasokan meningkat menjelang rapat, padahal banyak pelaku pasar sebelumnya memperkirakan organisasi itu akan mempertahankan kebijakan saat ini,” ujar Analis Senior Price Futures Group, Phil Flynn.
Jika keputusan menaikkan produksi terealisasi, OPEC+ akan mempercepat pelepasan lapisan kedua dari kebijakan pemangkasan produksi sebesar 1,65 juta barel per hari (bph), setara dengan 1,6% permintaan global. Langkah ini bisa terjadi lebih dari satu tahun lebih cepat dibandingkan jadwal semula.
Sebelumnya, OPEC+ sudah sepakat menaikkan target produksi sekitar 2,2 juta bph dalam periode April hingga September 2025. Kesepakatan tersebut juga mencakup tambahan kuota 300.000 bph khusus untuk Uni Emirat Arab. Namun, implementasi kebijakan tersebut belum sepenuhnya optimal.
Sejumlah negara anggota menghadapi keterbatasan kapasitas produksi dan masih menyesuaikan kelebihan produksi dari periode sebelumnya. Hal ini membuat pasar menunggu kepastian realisasi kuota baru sekaligus memperhatikan data persediaan minyak yang akan segera dirilis American Petroleum Institute (API).
Tekanan dari Data Ekonomi Amerika
Selain menunggu keputusan OPEC+, sentimen negatif juga datang dari perkembangan ekonomi Amerika Serikat. Data terbaru Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan jumlah lowongan pekerjaan pada Juli turun lebih dalam dari perkiraan, yakni menjadi 7,181 juta.
Kondisi ini menambah kekhawatiran pasar, sebab permintaan energi sangat erat kaitannya dengan prospek pertumbuhan ekonomi. Tekanan makin besar karena aktivitas manufaktur Amerika Serikat juga tercatat berkontraksi selama enam bulan berturut-turut.
Pelemahan pada dua indikator utama tersebut memperkuat pandangan bahwa konsumsi energi global berpotensi melemah dalam beberapa bulan ke depan. Akibatnya, harga minyak yang sebelumnya ditopang sentimen pemangkasan produksi justru kembali rentan tertekan.
Pasar Menunggu Kepastian
Dengan kombinasi faktor eksternal dan internal, pasar minyak dunia kini berada pada fase menunggu. Keputusan OPEC+ mengenai kuota produksi tambahan akan menjadi kunci arah harga dalam jangka pendek.
Jika organisasi tersebut benar-benar menambah pasokan, harga minyak berpotensi menghadapi tekanan lanjutan. Namun, bila OPEC+ memilih mempertahankan kebijakan saat ini, kemungkinan harga bisa kembali stabil, terutama jika disertai data persediaan minyak yang menunjukkan penurunan.
Situasi ini menunjukkan betapa sensitifnya harga energi terhadap kebijakan negara produsen dan perkembangan ekonomi global. Para pelaku pasar kini mencermati setiap detail yang keluar dari rapat OPEC+ akhir pekan mendatang untuk mengantisipasi pergerakan harga selanjutnya.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Pilihan iPhone Terbaru dan Lawas Sesuai Budget 2025
- 04 September 2025
2.
Diskon iPhone 16 Terbaru Menarik Sebelum iPhone 17
- 04 September 2025
3.
Ramalan Shio 4 September 2025, Keberuntungan dan Tantangan
- 04 September 2025
4.
Tesla Perkenalkan Varian Baru Model 3 dan Y
- 04 September 2025
5.
Hyundai Ioniq 5 Bekas Anjlok Terimbas Mobil Listrik China
- 04 September 2025