Menjelang Hari Pahlawan 2025, Soeharto dan Marsinah Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
- Jumat, 31 Oktober 2025
 
                                             JAKARTA - Menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025, perhatian publik tertuju pada deretan calon penerima gelar Pahlawan Nasional. Tahun ini, dua nama mencuri perhatian karena berasal dari latar belakang yang sangat berbeda, yakni Presiden ke-2 RI Soeharto dan aktivis buruh Marsinah.
Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono menegaskan bahwa status Pahlawan Nasional terbuka untuk siapa pun yang telah memberikan jasa besar bagi bangsa dan negara. Ia menilai bahwa pengakuan terhadap tokoh berjasa harus ditempatkan secara objektif, tanpa melihat latar belakang politik maupun masa lalu.
“Siapapun yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia berhak mendapat penghormatan sebagai Pahlawan Nasional, dan negara pantas menempatkan mereka sebagai tokoh berjasa,” ujar Agus Jabo.
Baca JugaPemerintah Perpanjang Stimulus Ekonomi hingga 2026, UMKM Nikmati Penundaan PPh Final sampai 2027
Soeharto Kembali Diusulkan, Marsinah Dapat Dukungan Luas
Nama Soeharto disebut kembali masuk dalam daftar calon penerima gelar Pahlawan Nasional yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Agus Jabo menjelaskan bahwa pengajuan ini bukan hal baru karena sebelumnya sudah pernah dilakukan.
“Pada tahun 2010, Soeharto sempat diusulkan pada masa pemerintahan Presiden SBY. Kemudian, pada 2015 di era Presiden Jokowi juga kembali diusulkan. Kini pengusulan itu diajukan lagi,” jelasnya.
Sementara itu, nama Marsinah, sosok aktivis buruh yang meninggal dunia saat memperjuangkan hak pekerja di awal 1990-an, juga masuk dalam daftar usulan tahun ini. Menurut Agus Jabo, pengajuan nama Marsinah bukan hal baru dan telah lama dibicarakan di berbagai forum penghargaan nasional.
“Secara ketokohan dan dasar perjuangan, Mbak Marsinah ini sudah jelas. Bahkan di daerah Nganjuk sudah ada monumennya sebagai bentuk penghargaan. Dari sisi administratif dan prosedural juga sudah jelas, begitu pula dengan kontribusinya. Semuanya clear,” tutur Agus.
Ia menambahkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti usulan tersebut. Hal ini membuat dukungan terhadap Marsinah semakin menguat dari berbagai kalangan, terutama dari pegiat buruh dan aktivis perempuan.
Proses Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional Tak Bisa Instan
Agus Jabo menegaskan bahwa proses pengusulan dan penetapan gelar Pahlawan Nasional tidak dilakukan secara sembarangan. Semua tahapannya berjalan panjang, berjenjang, dan melibatkan kajian mendalam dari berbagai lembaga independen.
“Untuk tahun 2025, ada sekitar 40 nama yang diusulkan. Tentunya nanti yang menetapkan tetap Presiden. Dari 40 nama itu, sebagian merupakan usulan baru, sebagian lagi adalah nama-nama yang sudah diusulkan di tahun-tahun sebelumnya tetapi belum ditetapkan,” ujarnya.
Proses seleksi calon pahlawan dimulai dari tingkat kabupaten atau kota, di mana Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) melakukan penelaahan awal terhadap sosok yang diajukan. Setelah itu, hasil kajian diserahkan ke tingkat provinsi, lalu diteruskan ke Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) di bawah koordinasi Kementerian Sosial.
Tim TP2GP beranggotakan 13 orang peneliti dan akademisi yang memiliki kompetensi dalam bidang sejarah, kebudayaan, dan sosial. Tim ini bertugas melakukan penilaian mendalam terhadap jasa, kontribusi, dan rekam jejak calon pahlawan berdasarkan bukti-bukti sejarah dan dokumen resmi.
Setelah proses kajian selesai, rekomendasi dari TP2GP disampaikan kepada Menteri Sosial untuk ditandatangani. Selanjutnya, berkas tersebut akan dikirim ke Dewan Gelar di Istana Kepresidenan untuk dilakukan peninjauan akhir sebelum ditetapkan oleh Presiden.
“Jadi, Kementerian Sosial hanya menyalurkan usulan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Penetapan akhir tetap menjadi kewenangan Presiden,” kata Agus Jabo menegaskan.
Kriteria Penilaian: Jasa, Administrasi, dan Prosedural
Dalam proses penentuan calon penerima gelar Pahlawan Nasional, terdapat tiga aspek utama yang menjadi dasar penilaian. Pertama adalah jasa dan kontribusi nyata bagi bangsa dan negara. Kedua, kelengkapan administratif yang harus sesuai dengan ketentuan. Ketiga, kepatuhan terhadap prosedur pengusulan dari tingkat daerah hingga pusat.
Agus menjelaskan, ketiga aspek tersebut menjadi acuan untuk memastikan bahwa penghargaan tidak diberikan sembarangan. Penghargaan ini harus benar-benar mencerminkan dedikasi seorang tokoh terhadap perjuangan kemerdekaan, pembangunan nasional, atau pembelaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Usulan dari masyarakat pun sangat terbuka. Baik lembaga, pemerintah daerah, maupun organisasi sosial dapat mengajukan nama tokoh yang dinilai layak menerima gelar Pahlawan Nasional. Namun setiap usulan wajib disertai bukti sejarah, dokumen pendukung, dan rekomendasi resmi dari pihak terkait.
Proses panjang ini bertujuan agar keputusan yang diambil bersifat objektif dan tidak dipengaruhi kepentingan politik jangka pendek. Dengan demikian, setiap gelar yang dianugerahkan dapat diterima secara luas oleh masyarakat dan menjadi warisan moral bagi generasi mendatang.
Seruan untuk Melihat Masa Lalu dengan Bijak
Di tengah perdebatan publik soal pengusulan nama Soeharto dan Marsinah, Agus Jabo mengajak masyarakat untuk melihat sejarah dengan sikap bijak dan inklusif. Ia menilai bahwa bangsa ini perlu belajar berdamai dengan masa lalu agar tidak terus terjebak dalam konflik ideologis yang memecah belah.
“Perdebatan soal masa lalu tidak seharusnya membelah bangsa. Sekarang saya ingin rakyat Indonesia bisa keluar dari kemiskinan. Itu sebabnya kami terus menjalankan program prioritas Presiden,” ucap Agus.
Ia juga bercerita bahwa dirinya dahulu aktif sebagai aktivis di luar sistem pemerintahan, menyuarakan aspirasi masyarakat lewat aksi-aksi massa. Namun kini, sebagai pejabat publik, ia memilih berjuang dari dalam sistem agar perubahan bisa dirasakan lebih nyata oleh rakyat.
Agus menegaskan bahwa gelar Pahlawan Nasional bukan sekadar bentuk penghormatan terhadap tokoh masa lalu, tetapi juga refleksi atas nilai perjuangan yang masih relevan untuk membangun masa depan bangsa.
Menghargai Jasa, Bukan Mengulang Luka Sejarah
Peringatan Hari Pahlawan 2025 menjadi momentum penting untuk memperkuat rasa persatuan nasional. Melalui proses penetapan gelar Pahlawan Nasional, pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara penghargaan sejarah dan semangat kebangsaan yang berkelanjutan.
Nama-nama seperti Soeharto dan Marsinah mencerminkan dua sisi sejarah Indonesia: kekuasaan dan perjuangan rakyat. Perdebatan seputar mereka justru memperkaya diskursus publik tentang makna kepahlawanan yang sesungguhnya di era modern.
Dengan transparansi dan kajian akademik yang kuat, gelar Pahlawan Nasional diharapkan tetap menjadi simbol penghormatan yang bermartabat, bukan sekadar keputusan politik. Pada akhirnya, nilai-nilai perjuangan dari masa lalu tetap harus menjadi inspirasi untuk membangun Indonesia yang lebih adil, makmur, dan bersatu.
 
                                    Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Ramalan Keuangan Shio Akhir Oktober 2025: Siapkan Strategi Finansial Bijak
- Jumat, 31 Oktober 2025
Ramalan Zodiak 31 Oktober 2025: Aries Waspada, Taurus Tenang, Gemini Fokus
- Jumat, 31 Oktober 2025
Skincare Berbasis Microbiome: Tren Baru Merawat Kulit Sesuai Sidik Jari
- Jumat, 31 Oktober 2025
Berita Lainnya
JAECOO J8 SHS ARDIS, SUV Hybrid 7 Penumpang yang Bisa Jadi Mobil Listrik
- Jumat, 31 Oktober 2025
Tren Properti Tangerang 2025: Hunian Modern dan Investasi Bernilai Tinggi
- Jumat, 31 Oktober 2025
Daftar Proyek Tol Strategis Jasa Marga 2025, Siap Dongkrak Ekonomi Nasional
- Jumat, 31 Oktober 2025
Cara Cek Penerima Bansos 2025 Secara Online, Termasuk PKH dan BLT Rp900 Ribu
- Jumat, 31 Oktober 2025













