
JAKARTA - Industri baja di Indonesia tengah berada dalam situasi menantang. Di tengah proyeksi kenaikan konsumsi baja pada 2025, produsen nasional justru harus berjuang keras karena harga global yang menurun dan gempuran impor murah yang menekan pasar domestik. Kondisi ini membuat kapasitas produksi belum mampu terserap secara optimal, sehingga kinerja industri terasa tertahan.
Harga Tertekan dan Ancaman Baja Impor
Penurunan harga baja global, terutama produk Hot Rolled Coil (HRC) dari China, mencapai 24–26% sepanjang setahun terakhir. Kini, harga baja berada di kisaran CNY 3.210–3.311 per ton atau sekitar USD 694 per ton. Penurunan ini menekan margin keuntungan produsen lokal, yang juga harus bersaing dengan baja impor berharga rendah.
Baca JugaSpesifikasi, dan Performa Realme GT 8 Pro, Tawarkan Desain Kamera Modular Unik
Praktik dumping dari beberapa negara, termasuk China, memperburuk kondisi pasar. Data terbaru menunjukkan impor baja Indonesia meningkat hingga 42%, atau setara 4,05 juta ton sepanjang 2023. Akibatnya, utilisasi pabrik lokal hanya berkisar 60–65% dari kapasitas produksi yang ada. Ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan ini membuat produsen kesulitan menjaga profitabilitas, meski permintaan domestik mulai menunjukkan tanda pertumbuhan.
Harapan Baru di Tengah Tekanan Pasar
Meski tantangan berat membayangi, prospek kebangkitan industri baja tetap terbuka. Konsumsi baja nasional diproyeksikan naik antara 3,8% hingga 5,5% pada 2025, seiring dengan pertumbuhan sektor konstruksi, otomotif, dan manufaktur. Pemerintah juga tengah mendorong proyek infrastruktur senilai sekitar Rp 400 triliun, yang diharapkan bisa menyerap produksi baja lokal secara signifikan.
PT Krakatau Steel (KRAS) bersama pelaku industri baja lainnya telah menyiapkan sejumlah strategi untuk bertahan. Upaya yang ditempuh meliputi efisiensi operasional, transformasi teknologi, dan peningkatan standar mutu produk sesuai SNI agar bisa bersaing di pasar internasional. Di sisi lain, pemerintah mendorong kebijakan antidumping serta pengaturan tarif impor untuk memberikan perlindungan bagi pasar domestik.
Kontribusi sektor baja bagi perekonomian tidak bisa dianggap remeh. Industri ini menyumbang sekitar 11,5% terhadap PDB industri pengolahan nonmigas, dengan total investasi mencapai Rp 238 triliun pada 2024. Dengan potensi pasar domestik yang besar, sinergi antara pemerintah dan pelaku industri menjadi kunci agar baja nasional mampu kembali menguat di tengah derasnya tekanan global.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Proyek Waste to Energy: Solusi Atasi Sampah dan Hasilkan Energi Listrik
- Rabu, 01 Oktober 2025
Berita Lainnya
Prediksi Bayer Leverkusen vs PSV Eindhoven Liga Champions UEFA 2025/2026
- Rabu, 01 Oktober 2025
Prediksi Napoli vs Sporting Lisbon Matchday 2 Liga Champions UEFA 2025/2026
- Rabu, 01 Oktober 2025
Pertandingan Villarreal vs Juventus Liga Champions UEFA 2025/2026, 2 Oktober 2025
- Rabu, 01 Oktober 2025
Terpopuler
1.
Begini Cara Investasi di BCA Lewat Fitur myBCA
- 01 Oktober 2025
2.
Cara Investasi dengan Rp100 Ribu? Ini Cara Cerdas untuk Pemula!
- 01 Oktober 2025
3.
Cara Bayar Kredivo lewat Brimo dengan Mudah dan Praktis
- 01 Oktober 2025
4.
Purbaya Ungkap Harga Asli Energi dan Subsidi Pemerintah
- 01 Oktober 2025