Harga Acuan Batu Bara Oktober 2025 Naik Lagi, Sinyal Positif bagi Industri Tambang Nasional
- Kamis, 23 Oktober 2025

JAKARTA - Harga acuan batu bara (HBA) kembali menunjukkan penguatan pada periode kedua Oktober 2025. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan nilai HBA terbaru sebesar US$109,74 per ton, meningkat 2,61 persen dibanding periode pertama Oktober yang berada di level US$106,94 per ton.
Kenaikan ini menandakan adanya dorongan positif dari tren pasar energi global. Di tengah fluktuasi harga komoditas dunia, batu bara masih menjadi salah satu sektor yang menunjukkan kestabilan dengan prospek menguntungkan bagi produsen di Indonesia.
Peningkatan HBA terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan energi dari sejumlah negara industri besar. Ketatnya pasokan di beberapa wilayah juga ikut mendorong harga global naik pada paruh kedua Oktober ini.
Baca JugaHarga BBM Terbaru Oktober 2025: Pertalite Rp10.000, Pertamax Naik Jadi Rp12.800 per Liter
Kementerian ESDM menyampaikan bahwa penetapan HBA dilakukan secara berkala untuk mencerminkan kondisi pasar aktual. Setiap dua minggu sekali, harga acuan dievaluasi berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan batu bara dunia.
Bagi pelaku industri pertambangan, kenaikan HBA menjadi sinyal positif yang dapat meningkatkan nilai jual batu bara nasional. Namun, di sisi lain, perubahan harga ini juga berpotensi memengaruhi biaya energi di tingkat pengguna akhir, terutama industri berbasis bahan bakar fosil.
Perincian HBA Berdasarkan Kualitas Batu Bara
Dalam laporan resmi, Kementerian ESDM membagi HBA ke dalam beberapa kategori berdasarkan nilai kalor dan kadar kandungan. Kategori tersebut meliputi HBA utama (kalori sekitar 6.322 kcal/kg GAR), HBA I (~5.300 kcal/kg GAR), HBA II (~4.100 kcal/kg GAR), dan HBA III (~3.400 kcal/kg GAR).
Pada periode kedua Oktober 2025, HBA II yang termasuk dalam kategori kalori menengah mengalami kenaikan kecil menjadi US$43,71 per ton, naik dari periode sebelumnya sebesar US$43,12 per ton. Kenaikan ini menunjukkan permintaan terhadap batu bara menengah masih cukup kuat, terutama untuk kebutuhan industri domestik dan ekspor ke negara berkembang.
Sebaliknya, HBA III atau kategori batu bara kalori rendah justru mengalami sedikit penurunan. Nilainya turun menjadi US$33,92 per ton, setelah sebelumnya berada di angka US$32,95 per ton pada awal Oktober 2025.
Penurunan tipis di kategori ini tidak terlalu mengkhawatirkan karena sebagian besar batu bara dengan nilai kalor rendah digunakan untuk pembangkit listrik berskala lokal. Fluktuasi kecil pada level ini masih dianggap wajar dalam konteks pergerakan harga global.
Adapun HBA utama dan HBA I tetap menjadi patokan penting dalam transaksi ekspor batu bara berkualitas tinggi dari Indonesia. Kedua kategori ini biasanya digunakan oleh negara-negara dengan kebutuhan energi besar seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok.
Pemerintah menegaskan bahwa mekanisme penghitungan HBA tetap mengacu pada rata-rata empat indeks harga batu bara internasional. Faktor-faktor seperti pasar spot, kontrak jangka panjang, serta kondisi cuaca dan logistik juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan harga tersebut.
Dampak Terhadap Produsen dan Industri Dalam Negeri
Kenaikan harga acuan batu bara memberikan dampak langsung terhadap kinerja produsen tambang nasional. Dengan harga yang lebih tinggi, potensi pendapatan perusahaan tambang juga ikut meningkat, terutama bagi yang berorientasi ekspor.
Pemerintah juga mendapatkan manfaat melalui peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor tambang. Komponen seperti royalti dan harga patokan batu bara (HPB) dihitung berdasarkan nilai HBA yang berlaku setiap periode.
Namun, di sisi lain, kenaikan harga ini juga bisa memberikan tekanan bagi sektor industri pengguna batu bara dalam negeri. Pabrik semen, baja, dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menjadi sektor yang paling terdampak karena biaya bahan bakar akan meningkat.
Bagi konsumen energi di dalam negeri, fluktuasi harga ini biasanya tidak langsung terasa karena ada mekanisme kontrak jangka panjang. Tetapi, jika tren kenaikan terus berlanjut, bukan tidak mungkin akan ada penyesuaian biaya operasional di tingkat industri.
Kementerian ESDM menegaskan, meski harga global berfluktuasi, pemerintah tetap berkomitmen menjaga keseimbangan antara kepentingan produsen dan kebutuhan energi nasional. Pengaturan harga domestik diupayakan agar tetap kompetitif tanpa menghambat aktivitas industri.
Selain itu, kebijakan harga acuan batu bara juga menjadi salah satu alat untuk menjaga stabilitas pasokan energi nasional. Dengan adanya penyesuaian berkala, pemerintah dapat memantau kondisi pasar sekaligus mengoptimalkan kontribusi sektor tambang terhadap perekonomian.
Tren dan Implikasi Pasar Batu Bara ke Depan
Kenaikan harga acuan pada Oktober 2025 menjadi sinyal bahwa pasar batu bara masih kuat di tengah peralihan global menuju energi terbarukan. Permintaan dari sektor industri dan pembangkit listrik tetap menjadi faktor dominan yang menjaga kestabilan harga.
Kondisi cuaca ekstrem di beberapa negara pengimpor turut memicu peningkatan kebutuhan energi fosil. Hal ini menjadikan batu bara tetap relevan sebagai sumber energi alternatif dalam jangka menengah.
Bagi Indonesia, tren ini menghadirkan peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi, harga tinggi dapat meningkatkan ekspor dan penerimaan negara, namun di sisi lain, pemerintah harus memastikan keberlanjutan produksi dan distribusi energi di dalam negeri.
Para analis memperkirakan bahwa pergerakan harga batu bara hingga akhir 2025 akan bergantung pada dinamika geopolitik dan kebijakan energi global. Jika ketegangan di wilayah produsen utama berlanjut, harga batu bara kemungkinan tetap berada di level tinggi.
Selain itu, permintaan dari sektor industri baja dan semen di Asia juga akan menjadi faktor penentu arah harga. Pasar masih menunggu kepastian dari negara-negara seperti India dan Tiongkok yang tengah memperkuat program industrialisasi mereka.
Kementerian ESDM terus memantau tren tersebut dengan menyesuaikan kebijakan harga setiap dua minggu sekali. Dengan mekanisme yang adaptif, pemerintah berharap sektor tambang tetap produktif sekaligus berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
HBA yang ditetapkan untuk periode kedua Oktober 2025 berlaku dari 15 hingga 31 Oktober. Penetapan ini mencerminkan keseimbangan antara harga internasional dan kondisi produksi di dalam negeri.
Pemerintah juga terus mendorong para pelaku industri untuk meningkatkan efisiensi dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan dalam kegiatan pertambangan. Hal ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang dalam menghadapi transisi energi global.
Ke depan, penguatan HBA diharapkan menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat posisi sebagai salah satu pemain utama di pasar batu bara dunia. Dengan pengelolaan yang baik, kenaikan harga ini tidak hanya menguntungkan sektor tambang, tetapi juga dapat mendukung stabilitas ekonomi nasional secara keseluruhan.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Resep Penne Arrabbiata Autentik, Pedas Gurih dan Saus Tomat Melekat Sempurna
- Kamis, 23 Oktober 2025
Resep Pancake Lactose Free Lembut dan Fluffy, Cocok untuk Sarapan Sehat Semua
- Kamis, 23 Oktober 2025
Resep Singkong Goreng Kriuk di Luar Lumer di Dalam, Rahasia Sempurna
- Kamis, 23 Oktober 2025
Cara Praktis Membuat Spicy Chicken Abura Soba Pedas Gurih Ala Jepang
- Kamis, 23 Oktober 2025
Rahasia Membuat Ayam Goreng Saus Wijen Renyah dan Lezat Ala Restoran
- Kamis, 23 Oktober 2025
Berita Lainnya
Deretan Perumahan Murah di Garut, Harga Mulai Rp55 Juta hingga Rp150 Juta per Unit
- Kamis, 23 Oktober 2025
Pemerintah Pastikan Tarif Listrik Subsidi Tetap Stabil Sepanjang Tahun 2025
- Kamis, 23 Oktober 2025
Wisata Mangrove Labuhan Bangkalan Jadi Contoh Nyata Energi Hijau di Madura
- Kamis, 23 Oktober 2025
Terpopuler
1.
Cara Membuat Plecing Kangkung Pedas Segar Khas Lombok di Rumah
- 23 Oktober 2025
2.
Resep Ayam Paniki Gurih Pedas Khas Manado yang Wajib Dicoba
- 23 Oktober 2025