Bahlil Pastikan Program BBM Campur Etanol Segera Dimulai, Target 2027 Jadi Momentum Swasembada Energi Nasional
- Selasa, 21 Oktober 2025

JAKARTA - Pemerintah Indonesia tengah bersiap memasuki babak baru dalam transformasi energi nasional dengan memperkenalkan kebijakan mandatory campuran etanol 10% (E10) ke dalam bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini menjadi langkah strategis untuk menekan ketergantungan terhadap impor BBM sekaligus memperkuat ketahanan energi dalam negeri.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk memperbaiki sistem energi nasional.
“Oh, iya tadi dalam pemaparan Bapak Presiden, salah satu yang disorot adalah sektor energi. Ke depan, penataan sistem subsidi maupun konteks ekspor dan impor energi ini akan kita perbaiki,” ujar Bahlil usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran di Istana Negara, Senin (20 Oktober 2025) malam.
Baca JugaPemerintah dan Industri Energi Bersatu Dorong Target PLTS 100 GW untuk Indonesia Hijau
Menurutnya, reformasi sektor energi menjadi bagian penting dalam strategi besar pemerintah menuju kemandirian energi nasional.
E10 dan B50, Dua Langkah Strategis Tekan Impor BBM
Selain program E10, pemerintah juga tengah menyiapkan kebijakan biodiesel B50, yakni campuran 50% biodiesel dalam solar, yang dijadwalkan mulai diterapkan pada tahun 2026. Saat ini, Indonesia telah berhasil menerapkan B40, yang dinilai cukup efektif menekan impor solar sekaligus meningkatkan penggunaan energi terbarukan.
“Untuk urusan B50 itu akan dilakukan di tahun depan. Sekarang kita sudah B40, dan sedang dihitung kapan tepatnya,” ujar Bahlil menjelaskan.
Kedua kebijakan ini merupakan bagian dari peta jalan pemerintah untuk menurunkan impor BBM yang saat ini masih mencapai 27 juta ton per tahun. Langkah ini juga diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan ketahanan energi yang mandiri dan berkelanjutan.
Bahlil menegaskan, pemerintah ingin memastikan pelaksanaan kebijakan E10 dilakukan secara matang agar dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat.
Pembangunan Pabrik Etanol Dalam Negeri Jadi Prioritas
Dalam kesempatan tersebut, Bahlil menyampaikan bahwa salah satu fokus utama pemerintah adalah membangun pabrik etanol di dalam negeri. Upaya ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku serta memastikan seluruh rantai pasok bisa dikendalikan secara domestik.
“Menyangkut E10 mandatory, kita lagi hitung time schedule yang tepat. Karena untuk pabrik etanolnya, kita harus bangun di dalam negeri,” ujarnya.
Bahlil menyebutkan, bahan baku utama produksi etanol akan bersumber dari singkong dan tebu, dua komoditas yang banyak dihasilkan oleh petani lokal. Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya menekan impor BBM, tetapi juga membuka peluang besar bagi sektor pertanian dan ketenagakerjaan di Indonesia.
“Pabrik etanol ini dari singkong, dari tebu, dan ini mampu menciptakan lapangan pekerjaan karena petani-petani kita ke depan akan kita dorong untuk melakukan hal ini,” kata Bahlil.
Manfaat Ekonomi dan Lapangan Kerja dari Program E10
Program BBM campur etanol diharapkan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru di daerah. Selain mengurangi ketergantungan impor, kebijakan ini akan menciptakan efek berganda (multiplier effect) di berbagai sektor, mulai dari pertanian, industri, hingga tenaga kerja.
Bahlil menuturkan, dengan meningkatnya permintaan terhadap bahan baku etanol, petani lokal akan mendapatkan pasar yang lebih luas dan stabil. Hal ini sekaligus mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil singkong dan tebu.
Pemerintah juga memproyeksikan munculnya ribuan lapangan kerja hijau (green jobs) baru dari sektor instalasi pabrik, manufaktur, hingga distribusi bahan bakar berbasis etanol.
Selain itu, industri etanol lokal akan memperkuat posisi Indonesia di pasar energi terbarukan regional, sekaligus menarik investasi baru dari pelaku industri hijau.
Kajian Teknis Menuju Target Implementasi 2027
Bahlil mengungkapkan bahwa pemerintah sedang melakukan kajian komprehensif untuk menentukan waktu penerapan yang paling tepat bagi program E10 mandatory. Saat ini, terdapat dua opsi waktu pelaksanaan, yakni antara tahun 2027 atau 2028, namun kecenderungan kuat mengarah pada target awal 2027.
“Sekarang lagi dilakukan kajian apakah mandatory ini dilakukan di 2027 atau 2028. Tapi menurut saya, paling lama 2027 ini sudah bisa jalan,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur, pasokan bahan baku, dan kapasitas produksi etanol nasional. Oleh karena itu, pemerintah tengah mempercepat pembangunan fasilitas produksi dan memperkuat koordinasi lintas kementerian agar target tersebut dapat tercapai sesuai rencana.
Program ini juga akan menjadi langkah penting dalam mendukung dekarbonisasi sektor energi, sekaligus memperkuat komitmen Indonesia terhadap transisi energi hijau yang berkelanjutan.
Dukungan untuk Swasembada Energi dan Pertumbuhan Hijau
Kebijakan campuran etanol ke dalam BBM tidak hanya berorientasi pada penghematan impor, tetapi juga menjadi simbol transformasi menuju energi bersih dan berkelanjutan. Dengan pemanfaatan sumber daya lokal, Indonesia berpeluang besar menjadi negara yang mandiri energi sekaligus memperkuat ekonomi hijau nasional.
Bahlil menekankan bahwa kebijakan ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo untuk menciptakan kemandirian energi nasional dan memperkuat basis ekonomi rakyat.
Kombinasi antara kebijakan B50 dan E10 diharapkan dapat menurunkan ketergantungan pada energi fosil, sekaligus mendorong efisiensi di sektor transportasi dan industri.
“E10 adalah bagian dari strategi pemerintah untuk mengurangi impor bensin. Sebab, impor bensin kita masih banyak, 27 juta ton per tahun,” ujarnya menegaskan.
Etanol Jadi Kunci Masa Depan Energi Indonesia
Dengan semakin tingginya kebutuhan energi nasional, pemerintah menilai bahwa etanol dapat menjadi salah satu solusi utama menuju swasembada energi. Selain ramah lingkungan, energi berbasis etanol memiliki potensi besar untuk dikembangkan melalui sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat.
Program ini juga diharapkan mampu menciptakan keseimbangan baru dalam struktur energi nasional, di mana energi terbarukan berperan lebih besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Melalui kebijakan BBM E10, Indonesia tidak hanya berupaya menekan impor bahan bakar, tetapi juga bertransformasi menuju era energi bersih yang inklusif dan berdaya saing tinggi.
Dengan perencanaan matang dan sinergi lintas sektor, target implementasi tahun 2027 bukan sekadar ambisi, melainkan langkah nyata menuju Indonesia mandiri energi dan berdaulat secara ekonomi.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Bahaya Mendengarkan Musik Keras Lewat Earphone Bisa Rusak Pendengaran Permanen
- Selasa, 21 Oktober 2025
9 Kebiasaan Sehari-hari yang Tanpa Disadari Memicu Lonjakan Gula Darah
- Selasa, 21 Oktober 2025
Berita Lainnya
Harga BBM Pertamina Oktober 2025 Tetap Stabil, Pertalite Masih Rp10.000 per Liter
- Selasa, 21 Oktober 2025
PT Bukit Asam Kunci 800 Juta Ton Batu Bara untuk Hilirisasi Energi Nasional
- Selasa, 21 Oktober 2025
Mega Proyek Nikel Luwu Timur Bernilai Rp100 Triliun Siap Ubah Wajah Ekonomi Sulsel
- Selasa, 21 Oktober 2025
Tarif Listrik PLN Oktober 2025 Resmi Diumumkan, Ini Rinciannya untuk Semua Golongan
- Selasa, 21 Oktober 2025
Harga Gas Dunia Naik, PGN Tetap Stabil Berkat Pasar Domestik dan Dividen Tinggi
- Selasa, 21 Oktober 2025