Sabtu, 06 September 2025

Ruang Hidup Masyarakat Sawai Tergusur Demi Proyek Nikel IWIP

Ruang Hidup Masyarakat Sawai Tergusur Demi Proyek Nikel IWIP
Ruang Hidup Masyarakat Sawai Tergusur Demi Proyek Nikel IWIP

JAKARTA – Transformasi dramatis menyelimuti kehidupan masyarakat Sawai di Halmahera Tengah, Maluku Utara, akibat perluasan lahan untuk proyek industri nikel yang dikomandoi oleh PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Situasi ini menimbulkan berbagai tantangan, serta mengancam pola hidup tradisional yang selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat setempat.

Yulius Burnama, seorang warga lokal, mengungkapkan kesedihannya atas hilangnya tanah yang telah menjadi sumber mata pencahariannya sejak tahun 1995. “Situ ada sekitar 600.000-an ikan nila, mujair, dan bandeng ada di tiga kolam itu, dong tutup semua, ikan-ikan mati semua,” tuturnya sembari mengenang kebun pala dan kelapa yang turut terkena dampak penggusuran ini. Masyarakat yang selama bertahun-tahun hidup dari hasil pertanian dan perikanan kini harus mencari cara lain untuk bertahan hidup.

Proyek Nikel Mengubah Wajah Daerah

Investasi besar senilai US$7,5 miliar untuk pembangunan awal IWIP pada tahun 2018 telah mengubah wajah Halmahera Tengah dengan membawa masuk berbagai infrastruktur, mulai dari pabrik pengolahan bijih nikel, pembangkit listrik berbahan bakar batubara, pelabuhan, hingga bandara. Proyek ini menempati lahan seluas lebih dari 4.000 hektar dan bertarget hingga 15.517 hektar, menggerus area subur yang dulu menjadi sumber pangan masyarakat lokal seperti sagu, pisang, dan berbagai tanaman lainnya.

Dina Loha, korban penggusuran lainnya, seringkali terbangun dari mimpi buruk. “Pas takage, saya langsung menangis sekali. Saya ingat sekali saya punya kebun itu,” ujarnya, mengenang bagaimana alat berat menggasak kebunnya tanpa pemberitahuan atau kompensasi yang layak. Penggusuran ini, meskipun berulang kali dijanjikan dengan kompensasi, sering kali berbuah kekecewaan bagi warga terdampak.

Perubahan besar pada lingkungan ini tidak hanya menggusur lahan, tetapi juga mempengaruhi pola hidup dan konsumsi masyarakat. Farida, seorang warga Lelilef Woebulen, menggambarkan bagaimana dirinya kini harus membeli semua kebutuhan pangan yang sebelumnya bisa diperoleh langsung dari kebun. “Sekarang semua beli,” katanya prihatin. Ketergantungan pada pasokan pangan dari luar daerah makin menambah beban ekonomi warga yang sebelumnya mandiri secara pangan.

Sekolah dan kebutuhan pangan sehari-hari seperti beras, listrik, dan air bersih kini menjadi pengeluaran rutin yang besar, dengan perkiraan biaya bulanan mencapai lebih dari Rp5 juta. Hal ini semakin menghimpit ekonomi keluarga, menggeser tradisi lokal seperti mengolah sagu, yang kini kian jarang dilakukan generasi muda.

Supriyadi Sudirman, aktivis lingkungan dari Save Sagea, menyoroti perubahan drastis ini. "Sekarang banyak orang Lelilef sampai Sagea sudah tidak punya lahan perkebunan. Lahan-lahan perkebunan justru untuk aktivitas industri,” ujarnya, mengingatkan bahwa krisis pangan akut bisa saja melanda di masa depan.

Selain itu, dampak lingkungan yang parah turut mengancam keberlanjutan hidup masyarakat. Sungai-sungai yang sebelumnya menjadi sumber air bersih kini tercemar limbah industri, mengganggu kesehatan dan kehidupan sehari-hari. Banjir bandang sering terjadi akibat perubahan aliran sungai dan penebangan hutan secara masif, yang menurut Laporan Climate Rights International melepas sekitar 2 juta metrik ton gas rumah kaca.

Perubahan ini juga berisiko membentuk krisis lintas generasi, di mana generasi muda kehilangan koneksi dengan tradisi dan pengetahuan lokal, sekaligus harus menghadapi lingkungan hidup yang semakin tidak kondusif. Terpojoknya generasi muda ke tenaga kerja industri juga menandakan hilangnya nilai-nilai agraris dan pola konsumsi lokal.

Melihat kerusakan yang sudah sangat parah ini, Fachruddin Mangunjaya dari Walhi Maluku Utara mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali izin-izin pertambangan dan operasi industri di Halmahera Tengah. "Kalau tidak evaluasi proyek PSN ini, warga Halmahera, terutama di daerah industri nikel seperti di Lelilef dan sekitar, bakal makin menderita dan kehilangan seluruh akses terhadap pangan dan ruang hidup mereka," tegasnya.

Seiring waktu, ada kebutuhan mendesak untuk menyeimbangkan antara pengembangan industri dan pelestarian kehidupan lokal, memastikan bahwa masyarakat setempat tidak menjadi korban dari kemajuan yang tidak inklusif. Ini menjadi tugas berat bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk memastikan keberlanjutan yang adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Tarif Listrik PLN Awal September 2025 Tidak Berubah

Tarif Listrik PLN Awal September 2025 Tidak Berubah

PLN Genjot Panas Bumi untuk Perkuat Transisi Energi Nasional

PLN Genjot Panas Bumi untuk Perkuat Transisi Energi Nasional

Produksi Minyak Mentah Malaysia Mulai Pulih Kuartal Kedua 2025

Produksi Minyak Mentah Malaysia Mulai Pulih Kuartal Kedua 2025

KAI Perkuat Layanan Logistik Retail dengan Pertumbuhan Positif

KAI Perkuat Layanan Logistik Retail dengan Pertumbuhan Positif

Rumah Murah Gresik Jadi Incaran karena Lokasi Strategis

Rumah Murah Gresik Jadi Incaran karena Lokasi Strategis