Selasa, 21 Oktober 2025

Indonesia Siap Adopsi Common Law untuk Tarik Family Office Global

Indonesia Siap Adopsi Common Law untuk Tarik Family Office Global
Indonesia Siap Adopsi Common Law untuk Tarik Family Office Global

JAKARTA - Pemerintah menyatakan Indonesia terbuka untuk mengadopsi sistem hukum common law. Langkah ini diklaim menjadi prasyarat bagi pendirian pusat keuangan dunia atau family office di dalam negeri.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut investor mensyaratkan penerapan common law agar bersedia menanamkan modal melalui family office. Bali dikabarkan menjadi lokasi yang dipersiapkan sebagai basis operasional family office tersebut.

Menurut Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra, Indonesia sejatinya terbuka untuk sistem hukum selain civil law yang berlaku saat ini. Keterbukaan ini memungkinkan praktik-praktik common law, atau sistem hukum Anglo-Saxon, diterapkan secara selektif.

Baca Juga

Harga Emas Antam Stabil di Rp2,4 Juta Per Gram Pekan Ini

Common law diterapkan di negara-negara dengan sejarah kolonial Inggris, seperti Hong Kong dan Singapura. Kedua wilayah ini dikenal sebagai hub family office yang menampung kekayaan high-net-worth individuals (HNWI) tanpa terkena pajak langsung.

Yusril menegaskan bahwa Indonesia selama ini sudah mengadopsi sistem hukum campuran, termasuk Islamic Law. “Dalam era dunia makin global ini, makin sulit kalau kita hanya kaku terikat pada satu sistem hukum saja. Dalam praktik pun kita sudah adopt banyak hal, jadi kita juga adopt berbagai konvensi internasional,” jelasnya usai sidang kabinet paripurna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Penyesuaian Sistem Hukum untuk Family Office

Yusril memastikan apabila common law diterapkan untuk family office di Indonesia, penerapannya akan menyesuaikan dengan sistem hukum nasional. Proses ini meliputi analisis mendalam dan penyesuaian regulasi agar selaras dengan hukum domestik.

Sebagai contoh, Indonesia harus menyesuaikan beberapa peraturan untuk memenuhi persyaratan keanggotaan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Penyesuaian ini termasuk reformasi hukum perdata, hukum bisnis, dan tindak pidana korupsi.

“Jadi, tidak akan mentah-mentah di-adopt, pasti akan dipertimbangkan, dianalisis dan dituangkan dalam peraturan nasional sendiri sambil kita juga melakukan penyesuaian sana-sini,” tambah Yusril, yang menjabat menteri di bawah empat presiden RI.

Senada, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut Indonesia tidak hanya menerapkan civil law. “Ada hukum Islam, hukum adat, serta common law yang juga diterapkan di Indonesia khususnya pada hukum bisnis,” kata Supratman melalui pesan singkat, Minggu, 19 Oktober 2025.

Politisi Partai Gerindra itu menekankan bahwa prasyarat common law untuk family office bukan hal baru. Sistem ini telah banyak diadopsi di korporasi, perbankan, maupun sektor keuangan di Indonesia.

“Tugas kami di Kementerian Hukum akan melakukan harmonisasi sekiranya ada usulan perubahan perundang-undangan,” lanjut Supratman, menegaskan peran kementeriannya dalam menyesuaikan regulasi.

Dorongan Luhut untuk Pusat Keuangan

Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menekankan pentingnya penerapan common law untuk membentuk family office di Indonesia. Ia mengklaim sejumlah konglomerat dunia memberikan respons positif terhadap rencana ini.

Namun, masuknya investor asing melalui family office baru memungkinkan apabila Indonesia mengadopsi sistem hukum common law. “Karena orang-orang kaya, ya saya enggak bisa sebut nama-namanya ya, itu semua bilang once kalian jadi [family office] kami masuk. Tapi kamu harus pastikan common law,” jelas Luhut.

Luhut menambahkan bahwa koordinasi telah dilakukan dengan Mahkamah Agung untuk memastikan usulan ini tidak melanggar aturan. Ketua Mahkamah Agung menegaskan bahwa hal tersebut memungkinkan dilakukan di Indonesia.

Dalam paparannya, Luhut menyatakan bahwa family office bertujuan menarik lebih banyak investasi asing ke dalam negeri. Ia menekankan bahwa konsep ini tidak melibatkan APBN, melainkan mendorong modal asing maupun domestik masuk dengan insentif pajak yang menarik.

“Family office itu enggak ada urusan dengan APBN. Urusannya bagaimana supaya orang-orang kita atau asing taruh uangnya di Indonesia, nanti dengan zero tax, kemudian setelah di dalam dia baru kena tax karena dia investasi di banyak project di Indonesia,” jelas Luhut.

Studi dan Implementasi Common Law

Luhut menegaskan bahwa penerapan common law di Indonesia merupakan syarat kepastian hukum bagi investor yang ingin menanamkan modal. Ia menyebut saat ini tengah dilakukan studi bersama Menteri Investasi dan Mahkamah Agung terkait kelayakan penerapan sistem hukum ala Singapura atau Hong Kong.

“Karena apa? Orang asing bikin family office banyak sekali di Singapura, banyak sekali di Hong Kong, banyak sekali di Abu Dhabi. Tetapi mereka juga ingin, di Singapura proyeknya kurang. Di Indonesia proyeknya banyak. Kenapa enggak kita tarik kemari?” ungkap Luhut.

Rencana ini diproyeksikan mampu mengubah lanskap investasi di Indonesia. Jika berhasil, family office di Bali dapat menjadi magnet bagi modal global yang selama ini berpusat di luar negeri.

Penerapan common law secara selektif diharapkan tidak mengganggu hukum nasional. Pemerintah berencana menyesuaikan regulasi agar praktik baru ini tetap harmonis dengan sistem hukum domestik.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Harga Emas Perhiasan di Indonesia Oktober 2025: Tren, Tips, dan Perbandingan

Harga Emas Perhiasan di Indonesia Oktober 2025: Tren, Tips, dan Perbandingan

6 Fitur Tersembunyi GoPay yang Bisa Maksimalkan Transaksi Digital Kamu

6 Fitur Tersembunyi GoPay yang Bisa Maksimalkan Transaksi Digital Kamu

ShopeePay Kini Bisa Transfer Uang ke Bank dengan Mudah dan Cepat

ShopeePay Kini Bisa Transfer Uang ke Bank dengan Mudah dan Cepat

Kinerja BBCA Kuartal III 2025 Tembus Rp43,4 Triliun, Saham Melesat

Kinerja BBCA Kuartal III 2025 Tembus Rp43,4 Triliun, Saham Melesat

OJK Tingkatkan Plafon Fintech Lending, UMKM Bisa Dapat Rp5 Miliar

OJK Tingkatkan Plafon Fintech Lending, UMKM Bisa Dapat Rp5 Miliar